Thursday, October 16, 2014

“MENUJU ASEAN ECONOMIC COMMUNITY” (Peran Pendidik dalam Mempersiapkan Masyarakat Ekonomi ASEAN) Eko Widianto*)


“ Tanaman terolah karena petani, dan manusia diubah oleh pendidikan. Kita terlahir lemah, maka kita butuh kekuatan; kita terlahir dalam keadaan takberpunya, maka kita butuh pertolongan; kita terlahir bodoh, maka kita butuh pemikiran. Segala yang tak kita miliki saat lahir dan yang kita butuhkan demi perkembangan diri, kita peroleh melalui pendidikan.”
(Roasseau dalam Wesfix, 2013)

Asean Economic Community
Tahun 2015 merupakan momen penting dalam dunia ekonomi negara-negara Asia Tenggara. Sebab, para pemimpin negara-negara ASEAN telah bersepakat bersama untuk pencapaian ASEAN Community yang dimulai dengan penerapan ASEAN Economic Community pada 2015 dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN Ke-19 di Bali, 17 November 2011 lalu. ASEAN akan menjadi satu masyarakat ekonomi yang tergabung dalam ASEAN Economic Community (AEC) atau disebut juga “Masyarakat Ekonomi ASEAN“ pada tahun 2015.
Berdasarkan AEC Blueprint, ASEAN Economic Community (AEC) tahun 2015 merupakan suatu program bagi negara-negara ASEAN untuk lebih meningkatkan kualitas ekonomi khususnya perdagangan. AEC Blueprint adalah arahan atau acuan perwujudan AEC 2015 kelak. Dalam penerapannya pada tahun 2015, AEC/MEA   akan menerapkan 12 sektor prioritas yang disebut free flow of skilled labor (arus bebas tenaga kerja terampil) untuk perawatan kesehatan (health care), turisme (tourism), jasa logistik (logistic services), e-ASEAN, jasa angkutan udara (air travel transport), produk berbasis agro (agrobased products), barang-barang elektronik (electronics), perikanan (fisheries), produk berbasis karet (rubber based products), tekstil dan pakaian (textiles and apparels), otomotif (automotive), dan produk berbasis kayu (wood based products).
Perusahaan mempunyai kebebasan untuk memilih lokasi pendirian pabrik dan kantor perusahaan di kawasan ASEAN. Peluang Indonesia untuk bersaing dalam  AEC/MEA  2015 cukup besar. Hal ini didukung oleh peringkat Indonesia pada ranking 16 dunia untuk besarnya skala ekonomi dengan 108 juta penduduk sebagai kelompok menengah yang sedang tumbuh, sehingga berpotensi sebagai pembeli barang-barang impor (sekitar 43 juta penduduk). Kemudian perbaikan peringkat investasi Indonesia oleh lembaga pemeringkat dunia. Selanjutnya adalah masuknya Indonesia sebagai peringkat empat prospective destinations berdasarkan UNCTAD World Investment Report.
Tantangan Pendidik dan Pendidikan dalam Menyongsong AEC
Guru sebagai pendidik memiliki posisi strategis dalam membangun sebuah peradaban. Tentu melalui sektor pendidikan. Sebab, peradaban terbangun mulai dari pendidikan. Pendidikan yang maju akan turut memajukan sebuah negara. Begitu pula sebuah negara dengan pendidikan yang minim, dapat diprediksi bahwa kekuatan negara tersebut dalam mengikuti persaingan global tidak akan kompetitif. Dengan spekulasi lain, negara tersebut justru hanya bisa jadi penonton dalam persaingan global negara-negara maju di dunia.
Melihat kenyataan persaingan bangsa-bangsa yang semakin maju, Indonesia perlu berbenah dan bersiap untuk menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN. Jika tidak ingin kalah di negeri sendiri, segenap masyarakat perlu mempersiapkan diri dalam menyambut gemerlap dunia ekonomi tersebut. Hal paling penting adalah menyiapkan generasi muda –dalam hal ini, peserta didik-- untuk menghadapi kenyataan itu. Pendidikan juga memiliki tanggung jawab besar dalam mempersiapkan generasi-generasi berdaya saing tinggi untuk menyongsong gemerlap ekonomi di ASEAN. Dengan kata lain, guru mempunyai peran penting dalam mempersiapkan generasi muda yang siap menyongsong ASEAN Economic Community. Setidaknya, ada beberapa hal yang perlu dimiliki oleh generasi muda Indonesia dalam turut serta di ekonomi global tingkat ASEAN tersebut.
Ekonomi Kreatif dan Jiwa Wirausaha sebagai Muatan Pembelajaran
“ Jika tidak ingin menjadi pelayan, maka jadilah juragan”. Tanpa jiwa wirausaha yang memadai, bagaimana mungkin kita bisa menjadi juragan. Pendidik harus sadar betul kebutuhan dasar Indonesia dalam menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN. Kita tidak mungkin lagi mengharapkan lapangan pekerjaan dalam percaturan ekonomi global. Sebab, semakin besar harapan kita pada sebuah lapangan pekerjaan, itu berarti semakin kerdil pula mental kita sebagai pemimpin dalam kesempatan tersebut. Oleh sebab itu, membekali peserta didik jiwa usaha dan mengenalkan mereka pada ekonomi kreatif menjadi sangat penting. Dengan bekal tersebut, pendidikan tidak sekadar mengantarkan mereka pada taraf turut memeriahkan tetapi turut memimpin Masyarakat Ekonomi ASEAN. Pendidikan tidak sekadar mengarahkan peserta didik pada learning to do, tetapi juga learning to live together.
Komunikasi dan Etika Hubungan Internasional Ditingkatkan
Tokoh pendidikan sekaligus filsuf, Confusius dalam Wesfix (2013:6-7) lebih menekankan moral daripada pengetahuan dalam sebuah pendidikan. Ia lebih memerhatikan moral dibandingkan dengan pengetahuan. Ia sangat percaya bahwa dengan menata perilaku untuk saling menghormati antarbagian dalam masyarakat, manusia akan jadi lebih baik. Dalam situasi saling hormat menghormati, terciptalah harmoni, sehingga ajaran apapun akan diterima secara mudah.
Komunikasi sangat penting dalam sebuah hubungan. Tanpa komunikasi yang terbangun dengan baik, hubungan akan dipenuhi dengan permasalahan. Generasi muda Indonesia, dalam hal ini adalah peserta didik perlu dibekali retorika berkomunikasi dengan baik. Cara berkomunikasi mereka akan menentukan arah keberhasilan bangsa ini. Komunikasi mereka tidak lagi berskala regional atau nasional. Akan tetapi, mereka telah dituntut mumpuni berkomunikasi dengan skala internasional. Oleh sebab itu, tugas pendidik adalah membekali peserta didik kompetensi berkomunikasi yang andal. Dengan retorika komunikasi yang baik, modal pertama telah dimiliki generasi muda Indonesia dalam mengambil peran terpenting pada ekonomi global tingkat Asia Tenggara ini.
Selain retorika dalam berkomunikasi, etika juga sangat penting dimiliki oleh generasi muda. Etika akan menentukan etos kerja generasi kita dalam ekonomi global tersebut. Etos kerja sangat menentukan keberhasilan generasi muda di dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN. Oleh sebab itu, etika hubungan internasional dan etos kerja perlu dipupuk sejak dini melalui dunia pendidikan. Pendidik dapat mengondisikan peserta didiknya pada saat pembelajaran di kelas berlangsung. Hal ini tentu berhubungan dengan kompetensi sikap yang harus dimiliki oleh peserta didik. Dengan mengaitkan standar kompetensi sikap dan kebutuhan bangsa saat ini, tentu praktik pendidikan dan fakta di lapangan akan selaras.
Mental Juara
Karakter menurut Narwanti (2011:27) adalah suatu hal yang unik hanya ada pada diri individual ataupun pada suatu kelompok, bangsa. Karakter itu adalah landasan dari kesadaran budaya, kecerdasan budaya, dan merupakan perekat budaya. Oleh sebab itu sikap peserta didik menjadi konsentrasi baru dalam pembelajaran. Terdapat dua sikap penting yang menjadi keistimewaan pembelajaran dalam kurikulum 2013. Dua sikap tersebut yaitu sikap religius dan sikap sosial.
Kaitannya dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN, pendidik perlu menanamkan satu karakter atau mental pada peserta didik. High mentality harus dimiliki setiap anak muda di Indonesia. Dengan memupuk mental juara yang tinggi pada setiap pemuda, Indonesia akan memberi warna, bahkan menjadi good player dalam percaturan ekonomi tingkat Asia Tenggara. Tanpa mental juara yang tinggi, pemuda-pemuda Indonesia tidak akan memiliki motivasi untuk mengembangkan diri. Hal semacam ini akan memicu disorientasi dan kemunduran dalam dunia ekonomi. Sebab, tanpa memiliki mental juara yang kompetitif kita tidak akan mampu mengarungi lautan ekonomi yang begitu luas dan liar.
Pendidik harus peka dengan kebutuhan bangsa saat ini. Terlebih mental apa yang harus dimiliki peserta didik dalam mengahadapi ekonomi global tingkat Asia Tenggara. Pendidik perlu membekali mereka agar siap. --Bukan sekadar siap sebagai peserta, tapi siap sebagai pemimpin di kancah Masyarakat Ekonomi ASEAN--. Memupuk mental kompetitif dan juara menjadi suatu keharusan dalam pembelajaran. Tanpa mental ini, bangsa Indonesia hanya mampu menjadi penonton di rumah sendiri. Padahal, harapan kita pasti sebagai pemimpin dalam kancah ekonomi global tersebut. Oleh sebab itu, guru perlu memupuk dengan baik mental juara pada setiap jiwa peserta didik.

*) Penulis adalah mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang.

DAFTAR PUSTAKA
Narwanti, Sri. 2011. Pendidikan Karakter.Yogyakarta: Familia.
Artikel hasil KTT ASEAN.

Wesfix, Tim. 2013. Teacher’s Wisdom. Jakarta: Gramedia.

No comments:

Post a Comment