“ Tanaman terolah karena petani, dan
manusia diubah oleh pendidikan. Kita terlahir lemah, maka kita butuh kekuatan;
kita terlahir dalam keadaan takberpunya, maka kita butuh pertolongan; kita
terlahir bodoh, maka kita butuh pemikiran. Segala yang tak kita miliki saat
lahir dan yang kita butuhkan demi perkembangan diri, kita peroleh melalui
pendidikan.”
(Roasseau dalam Wesfix, 2013)
Asean
Economic Community
Tahun
2015 merupakan momen penting dalam dunia ekonomi negara-negara Asia Tenggara.
Sebab, para pemimpin negara-negara ASEAN telah bersepakat bersama untuk
pencapaian ASEAN Community yang
dimulai dengan penerapan ASEAN Economic
Community pada 2015 dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN Ke-19 di
Bali, 17 November 2011 lalu. ASEAN akan menjadi satu masyarakat ekonomi yang
tergabung dalam ASEAN Economic Community
(AEC) atau disebut juga “Masyarakat Ekonomi ASEAN“ pada tahun 2015.
Berdasarkan
AEC Blueprint, ASEAN Economic Community
(AEC) tahun 2015 merupakan suatu program bagi negara-negara ASEAN untuk
lebih meningkatkan kualitas ekonomi khususnya perdagangan. AEC Blueprint adalah arahan atau acuan perwujudan AEC 2015 kelak. Dalam penerapannya pada tahun 2015,
AEC/MEA akan menerapkan 12 sektor
prioritas yang disebut free flow of
skilled labor (arus bebas tenaga kerja terampil) untuk perawatan kesehatan
(health care), turisme (tourism), jasa logistik (logistic services), e-ASEAN, jasa
angkutan udara (air travel transport),
produk berbasis agro (agrobased products),
barang-barang elektronik (electronics),
perikanan (fisheries), produk
berbasis karet (rubber based products),
tekstil dan pakaian (textiles and
apparels), otomotif (automotive),
dan produk berbasis kayu (wood based
products).
Perusahaan mempunyai kebebasan untuk
memilih lokasi pendirian pabrik dan kantor perusahaan di kawasan ASEAN. Peluang
Indonesia untuk bersaing dalam
AEC/MEA 2015 cukup besar. Hal ini
didukung oleh peringkat Indonesia pada ranking 16 dunia untuk besarnya skala
ekonomi dengan 108 juta penduduk sebagai kelompok menengah yang sedang tumbuh,
sehingga berpotensi sebagai pembeli barang-barang impor (sekitar 43 juta
penduduk). Kemudian perbaikan peringkat investasi Indonesia oleh lembaga
pemeringkat dunia. Selanjutnya adalah masuknya Indonesia sebagai peringkat
empat prospective destinations
berdasarkan UNCTAD World Investment
Report.
Tantangan Pendidik dan Pendidikan
dalam Menyongsong AEC
Guru
sebagai pendidik memiliki posisi strategis dalam membangun sebuah peradaban.
Tentu melalui sektor pendidikan. Sebab, peradaban terbangun mulai dari
pendidikan. Pendidikan yang maju akan turut memajukan sebuah negara. Begitu
pula sebuah negara dengan pendidikan yang minim, dapat diprediksi bahwa
kekuatan negara tersebut dalam mengikuti persaingan global tidak akan
kompetitif. Dengan spekulasi lain, negara tersebut justru hanya bisa jadi
penonton dalam persaingan global negara-negara maju di dunia.
Melihat
kenyataan persaingan bangsa-bangsa yang semakin maju, Indonesia perlu berbenah
dan bersiap untuk menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN. Jika tidak ingin kalah di
negeri sendiri, segenap masyarakat perlu mempersiapkan diri dalam menyambut
gemerlap dunia ekonomi tersebut. Hal paling penting adalah menyiapkan generasi
muda –dalam hal ini, peserta didik-- untuk menghadapi kenyataan itu. Pendidikan
juga memiliki tanggung jawab besar dalam mempersiapkan generasi-generasi
berdaya saing tinggi untuk menyongsong gemerlap ekonomi di ASEAN. Dengan kata
lain, guru mempunyai peran penting dalam mempersiapkan generasi muda yang siap
menyongsong ASEAN Economic Community.
Setidaknya, ada beberapa hal yang perlu dimiliki oleh generasi muda Indonesia
dalam turut serta di ekonomi global tingkat ASEAN tersebut.
Ekonomi Kreatif dan Jiwa Wirausaha
sebagai Muatan Pembelajaran
“ Jika tidak ingin
menjadi pelayan, maka jadilah juragan”. Tanpa jiwa wirausaha
yang memadai, bagaimana mungkin kita bisa menjadi juragan. Pendidik harus sadar
betul kebutuhan dasar Indonesia dalam menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Kita tidak mungkin lagi mengharapkan lapangan pekerjaan dalam percaturan
ekonomi global. Sebab, semakin besar harapan kita pada sebuah lapangan
pekerjaan, itu berarti semakin kerdil pula mental kita sebagai pemimpin dalam kesempatan
tersebut. Oleh sebab itu, membekali peserta didik jiwa usaha dan mengenalkan
mereka pada ekonomi kreatif menjadi sangat penting. Dengan bekal tersebut,
pendidikan tidak sekadar mengantarkan mereka pada taraf turut memeriahkan tetapi turut
memimpin Masyarakat Ekonomi ASEAN. Pendidikan tidak sekadar mengarahkan
peserta didik pada learning to do, tetapi
juga learning to live together.
Komunikasi dan Etika Hubungan
Internasional Ditingkatkan
Tokoh
pendidikan sekaligus filsuf, Confusius dalam Wesfix (2013:6-7) lebih menekankan
moral daripada pengetahuan dalam sebuah pendidikan. Ia lebih memerhatikan moral
dibandingkan dengan pengetahuan. Ia sangat percaya bahwa dengan menata perilaku
untuk saling menghormati antarbagian dalam masyarakat, manusia akan jadi lebih
baik. Dalam situasi saling hormat menghormati, terciptalah harmoni, sehingga
ajaran apapun akan diterima secara mudah.
Komunikasi
sangat penting dalam sebuah hubungan. Tanpa komunikasi yang terbangun dengan
baik, hubungan akan dipenuhi dengan permasalahan. Generasi muda Indonesia,
dalam hal ini adalah peserta didik perlu dibekali retorika berkomunikasi dengan
baik. Cara berkomunikasi mereka akan menentukan arah keberhasilan bangsa ini.
Komunikasi mereka tidak lagi berskala regional atau nasional. Akan tetapi,
mereka telah dituntut mumpuni berkomunikasi dengan skala internasional. Oleh
sebab itu, tugas pendidik adalah membekali peserta didik kompetensi
berkomunikasi yang andal. Dengan retorika komunikasi yang baik, modal pertama
telah dimiliki generasi muda Indonesia dalam mengambil peran terpenting pada
ekonomi global tingkat Asia Tenggara ini.
Selain
retorika dalam berkomunikasi, etika juga sangat penting dimiliki oleh generasi
muda. Etika akan menentukan etos kerja generasi kita dalam ekonomi global
tersebut. Etos kerja sangat menentukan keberhasilan generasi muda di dalam Masyarakat
Ekonomi ASEAN. Oleh sebab itu, etika hubungan internasional dan etos kerja
perlu dipupuk sejak dini melalui dunia pendidikan. Pendidik dapat mengondisikan
peserta didiknya pada saat pembelajaran di kelas berlangsung. Hal ini tentu
berhubungan dengan kompetensi sikap yang harus dimiliki oleh peserta didik.
Dengan mengaitkan standar kompetensi sikap dan kebutuhan bangsa saat ini, tentu
praktik pendidikan dan fakta di lapangan akan selaras.
Mental Juara
Karakter
menurut Narwanti (2011:27) adalah suatu hal yang unik hanya ada pada diri
individual ataupun pada suatu kelompok, bangsa. Karakter itu adalah landasan
dari kesadaran budaya, kecerdasan budaya, dan merupakan perekat budaya. Oleh
sebab itu sikap peserta didik menjadi konsentrasi baru dalam pembelajaran.
Terdapat dua sikap penting yang menjadi keistimewaan pembelajaran dalam
kurikulum 2013. Dua sikap tersebut yaitu sikap religius dan sikap sosial.
Kaitannya
dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN, pendidik perlu menanamkan satu karakter atau
mental pada peserta didik. High
mentality harus dimiliki setiap anak muda di Indonesia. Dengan
memupuk mental juara yang tinggi pada setiap pemuda, Indonesia akan memberi
warna, bahkan menjadi good player dalam
percaturan ekonomi tingkat Asia Tenggara. Tanpa mental juara yang tinggi,
pemuda-pemuda Indonesia tidak akan memiliki motivasi untuk mengembangkan diri.
Hal semacam ini akan memicu disorientasi dan kemunduran dalam dunia ekonomi.
Sebab, tanpa memiliki mental juara yang kompetitif kita tidak akan mampu
mengarungi lautan ekonomi yang begitu luas dan liar.
Pendidik
harus peka dengan kebutuhan bangsa saat ini. Terlebih mental apa yang harus
dimiliki peserta didik dalam mengahadapi ekonomi global tingkat Asia Tenggara.
Pendidik perlu membekali mereka agar siap. --Bukan sekadar siap sebagai peserta, tapi siap sebagai pemimpin di
kancah Masyarakat Ekonomi ASEAN--. Memupuk mental kompetitif dan juara
menjadi suatu keharusan dalam pembelajaran. Tanpa mental ini, bangsa Indonesia
hanya mampu menjadi penonton di rumah sendiri. Padahal, harapan kita pasti
sebagai pemimpin dalam kancah ekonomi global tersebut. Oleh sebab itu, guru
perlu memupuk dengan baik mental juara pada setiap jiwa peserta didik.
*) Penulis adalah mahasiswa Prodi
Pendidikan Bahasa Indonesia Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang.
DAFTAR PUSTAKA
Narwanti, Sri. 2011. Pendidikan Karakter.Yogyakarta:
Familia.
Artikel hasil KTT ASEAN.
Wesfix, Tim. 2013. Teacher’s Wisdom. Jakarta: Gramedia.
No comments:
Post a Comment